Biografiku.com | Sudono Salim dikenal sebagai pendiri perusahaan Salim Group. Perusahaan ini merupakan perusahaan induk pemilik dari Indofood, Indomaret, Indomobil, Indolife, KFC (Kentucky Fried Chicken), Supermall Karawaci, ACA (Asuransi Central Asia), CAR (Central Asia Raya) dan lainnya.
Sudono Salim juga sempat menjadi pemilik dari Bank BCA yang kemudian dibeli oleh keluarga Hartono. Ia juga sempat menjadi pemilik stasiun TV Indosiar sebelum akhirnya dijual ke PT Emtek. Sudono Salim atau akrab disapa Om Liem merupakan salah satu pengusaha terkenal di Indonesia. Pengusaha ini bahkan dikenal sangat dekat dengan presiden Soeharto saat berkuasa. Ia juga sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia. Bagaimana kisahnya?
Biografi Sudono Salim
Sudono Salim atau Liem Sioe Liong lahir di Fuqing wilayah Fuzhou di China pada 16 Juli 1916. Ia bermigrasi atau pindah ke Indonesia dari China tahun 1939 ketika Indonesia masih dalam masa penjajahan Belanda pada usia 20 tahun. Di Indonesia, ia tinggal bersama dengan pamannya di kota Kudus, Jawa Tengah. Kakaknya terlebih dahulu bermigrasi ke Indonesia.
Suplier Cengkeh dan Tekstil
Sejak dulu, kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik rokok kretek, yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan cengkeh. Dan sejak zaman revolusi, ayah dari Anthony Salim ini sudah terlatih menjadi supplier cengkeh, dengan jalan menyelundupkan bahan baku tersebut dari Maluku, Sumatera, Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian melalui jalur-jalur khusus penyelundupan menuju Kudus.
Kota Kudus sudah terkenal sebagai kota produsen rokok terbaik di Indonesia. Sehingga tidak heran berdagang cengkeh merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe Liong saat pertama sekali. Ia juga menggeluti bisnis tekstil.
Kain tekstil ia dapatkan dengan cara mengimpor tekstil murahan dari Shanghai, China. Di Kudus, Liem berkenalan Lilani atau Lie Kim Nio, gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah di sekolah Belanda Tionghoa. Dari pernikahannya ini Sudono Salim memiliki anak bernama Albert Salim, Andree Salim, Anthony Salim dan Mira Salim.
Setelah menikah, Liem makin ulet bekerja dan berusaha. Usahanya yang ia geluti kala itu terus berkembang. Tapi, saat perang dunia II meletus dan Jepang menginvasi Indonesia, usaha yang dijalankan mengalami masa sulit. Ditambah lagi, dia mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya masuk jurang. Seluruh temannya meninggal. Hanya Liem yang selamat, setelah tak sadarkan diri selama dua hari. Kemudian, Liem pindah ke Jakarta.
Pasca kemerdekaan Indonesia, Sudono Salim menjadi pemasok logistik militer Indonesia. Di bisnis itu ia kemudian berkenalan dengan Sulardi seorang perwira militer bagian logistik yang kemudian memperkenalkannya dengan Sudwikatmono yang juga seorang pengusaha.
Berteman Dengan Soeharto
Sulardi dan Sudwikatmono merupakan sepupu dari Soeharto. Adalah Sudwikatmono yang kemudian memperkenalkan Sudono Salim kepada Soeharto. Kala itu Soeharto berpangkat letnan kolonel dan menjadi panglima Kodam Diponegoro, Jawa Tengah.
Sudono Salim sudah berkawan dengan Soeharto sejak tahun 1956 yang kala itu masih berpangkat Letnan Kolonel dan menjabat sebagai Panglima Kodam Diponegoro Jawa Tengah. Sejak itu perkenalan itu Sudono Salim mulai bermitra dengan para orang dekat Seoharto sejak tahun 1960.
Bisnis Sudono Salim makin berkembang ketika Soharto yang kala itu menjabat sebagai pangkongstrad dan kemudian menjadi Presiden Indonesia menggantikan Soekarno. Naiknya Soeharto sebagai presiden membuat keberuntungan bagi Sudono Salim sebagai pengusaha.
Presiden Soeharto kala itu mulai melakukan pembangunan dan pembenahan sektor ekonomi Indonesia melalui program Rapelita. Kala itu Sudono Salim langsung dipercaya oleh Bulog dalam mengimpor beras sebanyak 35 ton.
Pada masa awal Seoharto menjabat sebagai presiden Indonesia, Liem Sioe Liong mengganti namanya menjadi Sudono Salim. Soedono merupakan nama yang dipilihkan oleh Soeharto. Soe yang berarti baik dan dono berarti dana. Yang jika digabungkan memiliki makna pintar mengelola uang.
Mendirikan Pabrik Tepung Bogasari
Seirama dengan masa pemerintahan dan pembangunan Orde Baru, bisnisnya pun berkembang demikian pesat. Pada tahun 1969, Sudono Salim bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four, mendirikan CV Waringin Kentjana.
Sudono Salim sebagai chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO. The Gang of Four ini kemudian tahun 1970 mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal 100 juta dan pinjaman dari pemerintah sebesar 2.8 milyar.
Bogasari yang memonopoli suplai tepung terigu untuk Indonesia bagian Barat. Ini meliputi sekitar 2/3 dari keseluruhan penduduk Indonesia. Untuk bagian Timur dikendalikan oleh PT. Prima. Hampir di setiap perusahaan Liem Sioe Liong bekerja sama dengan Djuhar Sutanto alias Lin Wen Chiang yang juga seorang Tionghoa asal Fukien.
Bogasari sebuah perusahaan swasta yang paling unik di Indonesia. Barangkali hanya Bogasari yang diberikan pemerintah fasilitas punya pelabuhan sendiri. Semua kapal-kapal raksasa yang berhubungan dengan terigu bisa langsung merapat ke pabrik.
Mendirikan Indocement
Ketika pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan kantor hanya seluas 100 meter. Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement.
Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Development, yang membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Selain itu, Om Liem juga mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil.
Pemilik Bank BCA
Bahkan merambah ke bidang perbankan dimana ia membeli Bank Central Asia (BCA) yang kala itu dimiliki oleh Gunardi. Bersama dengan Mochtar Riyadi, Sudono Salim membangun Bank BCA ini. Di tahun 1970-an.
Bank Central Asia ini telah bertumbuh menjadi bank swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total asset sebesar US$ 99 juta. Belakangan Mochtar Riady membangun Lippo Bank.
Selama berbisnis, Sudono Salim dan pengusaha lain yang dekat Soeharto menjadi penyokong dana bagi penguasa seperti Soeharto dan partai Golkar. Soeharto mendapatkan uang dari pengusaha macam Sudono Salim.
Lewat Sudono Salim pula, uang dari pengusaha-pengusaha Tionghoa lain disalurkan kepada Soeharto demi kemenangan partai Golongan Karya (Golkar). Dan berkat Golkar, Soeharto pun bisa berkuasa tiga dekade di Indonesia (Jusuf Wanandi, 2014).
Pendiri Salim Group
Tahun 1972, Sudono Salim kemudian mendirikan Salim Grup, sebuah induk perusahaan dari semua perusahaan yang ia miliki. Salim Group memiliki banyak anak perusahaan seperti Indofood yang menguasai produksi mie di Indonesia.
Ia juga memiliki Bogasari, produsen tepung terbesar di Indonesia. Selain itu Salim Group juga memiliki Bank BCA, Indomaret, Indocement, Indomobil, hak waralaba KFC Indonesia dan anak perusahaan lainnya.
Perusahaan milik Sudono Salim ini bergerak dihampir semua sektor usaha. Maka tak mengherankan bila pernah Sudono Salim pernah dinobatkan menjadi orang terkaya di Indonesia dan Asia. Serta masuk daftar 100 orang terkaya dunia. Ia juga menjadi salah satu konglomerat paling terkenal di Indonesia karena hubungannya dengan pemerintahan Soeharto.
Begitu perkasanya Sudono Salim di bidang perekonomian Indonesia kala itu menjadi alasan bagi majalah Insight, Asia’s Business Mountly terbitan Hongkong menampilkan lukisan karikatur Liem Sioe Liong atau Sudono Salim berpakaian gaya Napoleon Bonaparte. Dadanya penuh ditempeli lencana-lencana perusahaannya.
Bermodal kalimat pendeknya itu pulalah mengantar Liem Sioe Liong muda di Kudus yang juga terkenal sebagai Lin Shao Liang menjadi Soedono Salim si Raja Dagang Indonesia.
Pindah Ke Singapura
Ibarat roda berputar, mundurnya Presiden Soeharto dan akibat terjadi krisis moneter tahun 1998 juga berdampak hebat pada bisnis Sudono Salim. Banyak perusahaannya yang mengalami masalah keuangan hingga memiliki utang banyak.
Ia bahkan terpaksa pindah ke Singapura saat rumahnya di jalan Sahari Jakarta dijarah oleh massa tahun 1998 akibat sentimen anti Tionghoa.
Setelah peristiwa tersebut, ia mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada anaknya Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang. Untuk menyelamatkan Salim Group, anaknya kemudian menjual beberapa perusahaannya seperti bank BCA kepada keluarga Hartono untuk membayar utang perusahaan.
Setelah menyerahkan usahanya ke anaknya, Sudono Salim menetap di Singapura. Ia tinggal disana hingga tutup usia pada tanggal 10 Juni 2012.