Beranda Biografi Tokoh Indonesia Biografi Kartosuwiryo, Kisah Perjalanan Pendiri Negara Islam Indonesia

Biografi Kartosuwiryo, Kisah Perjalanan Pendiri Negara Islam Indonesia

Biografiku.com | Kartosuwiryo dikenal sebagai tokoh pendiri Negara Islam Indonesia. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, Kartosuwiryo juga dicap sebagai seorang pemberontak. Hal ini karena ia memimpin pemberontakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) melawan pemerintah Indonesia.

Biografi Kartosuwiryo

Uniknya, Kartosuwiryo merupakan teman akrab Soekarno dan Musso sewaktu masih tinggal bersama di rumah HOS Cokroaminoto. Namun siapa sangka, diakhir hidupnya Kartosuwiryo dieksekusi mati di depan regu tembak saat Soekarno berkuasa. Bagaimana kisahnya? Berikut profil dan biografi Kartosuwiryo.

Biodata Kartosuwiryo

Nama LengkapSekarmadji Maridjan Kartosuwirjo
Nama PanggilanKartosoewirjo
LahirCepu, Blora, 7 Januari 1905
WafatPulau Ubi, Jakarta, 5 September 1962
DikenalPendiri Negara Islam Indonesia (DI/TII)

Biografi Kartosuwiryo

Tokoh terkenal DI/TII ini terlahir dengan nama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Ia dilahirkan di Cepu, Jawa Tengah pada tanggal 7 Januari 1907. Ia sendiri merupakan anak dari 7 bersaudara.

Ayahnya yang bernama Kartosuwiryo bekerja sebagai seorang mantri candu. Jabatan tersebut diketahui cukup tinggi bagi seorang pribumi pada masa kolonial.

Dilihat dari latar belakang keluarganya, Kartosuwiryo tidak dilahirkan dari keluarga islam yang taat. Mengingat ayahnya merupakan mantri candu. Namun untuk pendidikan, Ia mendapatkannya dengan layak.

Pendidikan Kartosuwiryo

Selain itu, ia pun merupakan salah satu anak yang bisa dan memiliki kesempatan untuk mengenal pendidikan di sekolah modern.

Dimana pada tahun 1901, Belanda menetapkan politik etis yang merupakan politik balas budi. Ia menjadi salah satu anak yang berhasil untuk mengenyam pendidikan tersebut.

Dimasa kecilnya, Kartosuwiryo diketahui memulai pendidikannya di Tweede Inlandsche School. Tamat dari sana, ia kemudian dikirim ke Rembang, Jawa Tengah di Hollandsch Inlandsche School.

Tak lama kemudian orang tuanya kemudian menyekolahkan pemimpin Darul Islam itu di Europeesche Lagere School. Itu merupakan sebuah sekolah elit untuk anak belanda dan para bangsawan di Bojonegoro, Jawa Timur.

BACA JUGA :  Biografi KH Hasyim Asy'ari, Ulama Berpengaruh dan Pendiri Nahdlatul Ulama (NU)

Masuk Sekolah Kedokteran

Tamat dari sana, orang tuanya kemudian menyekolahkannya di Nederlandsch Indische Artsen School, sekolah kedokteran yang berada di Surabaya. Disinilah ia kemudian mulai mengenal dan tertarik dengan dunia pergerakan.

Biografi Kartosuwiryo

Dikutip dari buku Seri Tempo: Kartosuwiryo yang ditulis oleh Tim Buku Tempo (2016), disebutkan bahwa ide-ide kebangsaan bahkan cenderung ‘kiri’ diperolehnya dari buku bacaan sosialisme milik pamannya yang bernama Mas Marco Kartodikromo. Pamannya ini dikenal sebagai tokoh Sarekat Islam ‘Merah’. Ia juga bekerja sebagai seorang wartawan.

Dari pamannya juga ia kemudian terjun ke dunia politik pergerakan. Pada awalnya, ia bergabung dengan Jong Java setelah itu Jong Islamieten Bond. Dalam organisasi perhimpunan pemuda islam ini, pengetahuan akan keislaman banyak ia baca dari buku-buku.

Ia juga berguru pada beberapa kiai-kiai. Ia diketahui memiliki guru mengaji bernama Notodiharjo yang dikenal sebagai tokoh sarekat islam indonesia yang berasal dari Jawa Timur.

Berguru Kepada HOS Cokroaminoto

Pengetahuan akan dunia pergerakan dan keislaman lebih banyak ia dapat dari guru besarnya yang bernama HOS Cokroaminoto. Ia dikenal sebagai pentolan atau tokoh terkenal dari organisasi bernama Sarekat Islam.

Ia akhirnya memilih untuk indekos di rumah HOS Cokroaminoto di Surabaya sembari belajar. Di rumah Cokroaminoto juga, Kartosuwiryo bertemu dan tinggal bersama dengan Soekarno, Musso, Semaun, Alimin, Darsono hingga Tan Malaka.

Soekarno kelak melahirkan ideologi Pancasila yang nasionalis. Sementara Musso, Alimin dan Darsono memilih berhaluan kiri atau Komunis. Sementara Kartosuwiryo memilih Islam sebagai ideologinya.

Kartosuwiryo menjadi asisten bagi Cokroaminoto. Untuk membayar sewa tempat tinggal, Ia meniti karier sebagai pimpinan redaksi koran Harian Fadjar Asia yang dimiliki oleh Cokroaminoto. Di koran tersebut, ia pun pernah membuat tulisan yang berisi tentang penentangan terhadap bangsawan Jawa.

Dalam hal ini pun ia bekerja sama dengan Belanda. Dalam isi dari artikelnya tersebut, ia mengatakan tentang pandangan politiknya yang cenderung radikal. Di dalam biografi Kartosuwiryo yang singkat ini pun, ia juga pernah untuk menyerukan agar buruh bangkit. Dengan tujuan yakni untuk memperbaiki kondisi kehidupan bagi kaum buruh.

Selain itu, melalui artikel yang dibuatnya ia pun juga sering kali untuk mengkritik pihak nasionalis. Perlu diketahui bahwa karier dari Kartosuwiryo ini pun terbilang melejit ketika ia menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Serikat Islam Indonesia atau PSII.

BACA JUGA :  Biografi Sultan Ageng Tirtayasa, Pahlawan Nasional Dari Banten

Disini ia pun kemudian memiliki cita cita untuk mendirikan negara Islam atau Daulah Islamiyah. Dimana ketika ia berada di PSSI pun, Ia juga bertemu dengan jodohnya yang merupakan anak dari seorang tokoh PSII yang ada di Malangbong. Ketika menikah ini, Kartosuwiryo juga dikaruniai banyak anak yakni sejumlah 12 orang.

Kader Partai Serikat Islam Indonesia

Tidak dapat dipungkiri bahwa Cokroaminoto merupakan seseorang yang sangat berpengaruh pada  perkembangan maupun pemikiran dan aksi politiknya.

Hal ini menyebabkan ia pun tumbuh menjadi seseorang yang memiliki kesadaran politik yang cukup tinggi dan juga integritas dalam keislaman. Kartosuwiryo menjadi kader muda Partai Serikat Islam tahun 1927. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat sebagai ketua muda Partai Serikat Islam Indonesia.

Selanjutnya ia kemudian diangkat menjadi sekjen dari Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) yang menjadi kelanjutan dari Sarekat Islam Cokroaminoto. PSII ini menolak segala bentuk kerjasama yang ditawarkan oleh Belanda. Mereka berpegangan pada tafsir Alquran dan semangat jihad.

Pendiri Partai Masyumi

Kartosuwiryo diketahui merupakan salah satu pendiri Masyumi bersama dengan KH Wachid Hasyim dan Mohammad Natsir. Masyumi pada awalnya menjadi organisasi berhaluan Islam yang bertujuan melawan penjajahan Belanda untuk merdeka melalui politik.

Biografi Kartosuwiryo

Oragnisasi Masyumi yang dibentuk oleh Karosoewirjo tumbuh menjadi salah satu partai politik yang cukup dominan pasca kemerdekaan. Bahkan anggotanya sempat mengisi kursi dalam kabinet pemerintahan.

Pasca kemerdekaan, Ia mulai bertolak belakang dengan pemerintah Indonesia yang kala itu dipimpin oleh Soekarno. Ia kerap menetang apa yang menjadi kebijakan pemerintah kala itu khususnya penolakan saat pasukan Divisi Siliwangi diperintahkan long march ke Jawa Tengah.

Ia menganggap bahwa aksi long march ini hanya merugikan rakyat dan membuat belanda menang atas Indonesia dalam perjanjian Renville. Pemerintah Indonesia melalui Soekarno dan perdana menteri Amir Sjarifuddin menawarkan Kartosuwiryo jabatan sebagai menteri dalam kabinet.

BACA JUGA :  Biografi HOS Cokroaminoto, Kisah Guru Besar Soekarno, Muso dan Kartosuwiryo

Namun tawaran itu ditolak Kartosuwiryo selama dasar negara Indonesia bukan Islam. Di tahun 1949, Kekecewaan terhadap pemerintah Indonesia semakin memuncak.

Mendirikan Negara Islam Indonesia

Tanggal 7 Agustus 1949, Ia resmi memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII). Dimana bagian NII ini meliputi Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Negara Islam Indonesia bentukannya kemudian resmi mengobarkan pemberontakan yang kemudian dikenal dengan nama Pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).

Di Jawa Barat, pemberontakan DI/TII dipimpin sendiri oleh Kartosuwiryo. Di Sulawesi Selatan, Pemberontakan DI/TII sendiri dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Sementara di Aceh, dipimpin oleh Daud Beureueh.

Pemberontakan DI/TII merupakan salah satu pemberontakan bersenjata di Indonesia yang paling lama dipadamkan. Perlawanan atau pemberontakan Kartosuwiryo itu terjadi dari tahun 1949 hingga 1962.

Perintah Membunuh Soekarno

Pemberontakan DI/TII terhadap pemerintahan Indonesia merupakan sebuah permusuhan dua sahabat lama, Kartosuwiryo dan Soekarno yang meruncing. Dalam biografi Kartosuwiryo dalam buku yang ditulis Holk H. Dengel berjudul Darul Islam NII dan Kartosuwiryo (1995) disebutkan bahwa bagaimana ia memerintahkan ajudannya untuk membunuh Soekarno tahun 1961.

Percobaan pembunuhan terhadap Soekarno oleh DI/TII sendiri terjadi pada tahun 1962. Kala itu, anggota DI/TII yang terdiri dari Mardjuk, Sanusi, Abudin, Djaja, Napdi, dan Kamil diperintahkan untuk membunuh Soekarno. Kemudian anggota bernama Sanusi mencoba menembak Soekarno dari jarak 7 meter saat shalat Idul Adha berlangsung dihalaman istana kepresidenan.

Upaya pembunuhan itu gagal. Mardjuk, Abudin, Djaja, Napdi, Kamil dan Sanusi kemudian ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Perlawanan Kartosuwiryo sendiri berakhir tepatnya pada tanggal 6 juni 1962. Ia tertangkap oleh pasukan Kompi C Batalion 328/Kujang II Divisi Siliwangi setelah bersembunyi di gunung Rakutak, Jawa Barat.

Dijatuhi Hukuman Mati

Setelah ditangkap, Ia kemudian diadili dalam sidang Pengadilan Mahkamah Darurat Perang. Ia didakwa melakukan pemberontakan dan penghianatan terhadap pemerintahan yang sah.

Biografi Kartosuwiryo

Hasil persidangan memutuskan Kartosuwiryo, pentolan DI/TII ini dijatuhi hukuman mati. Ia sempat melakukan upaya meminta grasi atau pengampunan kepada Presiden Soekarno yang menjadi temannya sewaktu masih bersama-sama di rumah HOS Cokroaminoto.

Namun upayanya tersebut ditolak oleh Soekarno. Akhirnya eksekusi mati terhadapnya dilakukan pada tanggal 5 September 1962 beberapa bulan setelah ia tertangkap. Lokasi eksekusi mati Kartosuwiryo dilakukan di Pulau Ubi di wilayah kepulauan Seribu, Jakarta. Ia juga dimakamkan disana.

Advertisement