Biografiku.com | Jenderal S. Parman merupakan salah satu pahlawan Revolusi yang gugur saat peristiwa G30 S/PKI. Jenderal S. Parman diculik dari rumahnya dan dibunuh oleh pasukan Cakrabirawa yang mendukung PKI.
Faktanya Jenderal S. Parman merupakan adik kandung dari salah satu petinggi PKI (Partai Komunis Indonesia) yakni Sakirman, anggota politbiro CC PKI. Walaupun begitu, dua bersaudara ini bersebrangan pendapat. Berikut profil dan biografi Jenderal S. Parman.
Biografi Letjen S. Parman
Pahlawan Revolusi ini lahir dengan nama lengkap Siswondo Parman. Beliau dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Dia merupakan salah satu dari tujuh pahlawan revolusi dan korban kebiadaban PKI.
Dalam biografi Jenderal S. Parman diketahui bahwa ayahnya bernama Kromodihardjo yang diketahui bekerja sebagai seorang pedagang. S. Parman merupakan anak keenam dari 11 orang bersaudara. S. Parman mempunyai seorang kakak bernama Sakirman yang nantinya menjadi salah satu petinggi partai PKI.
Sejak kecil, S Parman bersama saudara-saudaranya sering membantu ibunya berjualan dipasar Wonosobo. Ayahnya selalu berusaha keras aga anak-anaknya dapat memperoleh pendidikan yang layak.
Pendidikan S. Parman
S. Parman pertama kali mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School) atau Sekolah Dasar Belanda di Wonosobo. Setelah lulus ia kemudian dia melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebried Lager Onderwijs) di Yogyakarta.
Sempat melanjutkan pendidikannya di AMS (Algemeene Middelbare School) yang setara dengan tingkat SMA namun berhenti karena ayahnya meninggal dunia. S. Parman tidak bersekolah hampir dua tahun.
Selama tidak bersekolah, Ia lebih banyak membantu ibunya berdagang di Pasar Wonosobo. Tak lama kemudian ia kembali melanjutkan sekolah di AMS dan lulus. S. Parman kemudian memilih masuk ke Sekolah Tinggi Kedokteran (STOVIA) di Jakarta. Namun sebelum menyelesaikan dokternya, tentara Jepang telah menduduki Republik sehingga gelar dokter pun tidak sampai berhasil diraihnya.
Setelah tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia sempat bekerja pada Jawatan Kenpeitai. Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama kemudian dibebaskan kembali.
Bergabung Dengan TKR
Sesudah itu, ia malah dikirim ke Jepang untuk mengikuti pendidikan pada Kenpei Kasya Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan Kempeitai. Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan.
Pada akhir bulanDesember, tahun 1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta. Selama Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya.
Memadamkan Pemberontakan APRA
Pada bulan Desember tahun 1949 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Salah satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling.
Selanjutnya, pada Maret tahun 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School. S. Parman dikenal ahli dalam bidang intelijen.
Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk beberapa lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London pada tahun 1959.
Asisten I Panglima Angkatan Darat
Lima tahun berikutnya yakni pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) Ahmad Yani. S. Parman saat itu naik pangkat menjadi Mayor Jenderal.
Sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), S. Parman lebih banyak mengurusi bidang intelijen. Kala itu juga pengaruh Partai PKI tumbuh saat kuat da dekat dengan penguasa.
Bersebrangan Dengan PKI
PKI merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun sudah terpengaruh. Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui kegiatan rahasia PKI.
Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian besar Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu. Dengan dasar itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI.
S. Parman merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang kegiatan rahasia PKI karena itulah dirinya termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan yang membuatnya dimusuhi dan menjadi korban pembunuhan PKI.
Korban Penculikan PKI
Maka pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30 September 1965 yang dikenal dengan peristiwa G30 S/PKI, S. Parman menjadi salah satu target yang akan diculik dan dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta S. Parman diculik dari rumahnya oleh pasukan Cakrabirawa.
Dalam Biografi Jenderal S. Parman diketahui bahwa setelah diculik, ia selanjutnya dibawa ke wilayah lubang buaya di Halim Perdanakusuma. Disana ia disiksa bersama enam perwira TNI Angkatan Darat lainnya.
Perwira TNI AD lainnya yakni Jenderal Soeprapto, Mayjen TNI Sutoyo, Kapten Pierre Tendean yang mengaku sebagai Jenderal AH Nasution masih hidup saat dibawa ke wilayah lubang buaya.
Sementara Jend Achmad Yani, Letjen M.T. Haryono, Mayjen D.I. Panjaitan sudah tewas dieksekusi oleh pasukan Cakrabirawa dirumahnya dan dibawa ke Lubang Buaya. Jenderal Soeprapto, Mayjen TNI Sutoyo, Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean kemudian dieksekusi secara membabi buta. Jenazah para perwira Angkatan Darat ini kemudian dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya.
Pahlawan Revolusi
S. Parman gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan Pancasila. Bersama enam perwira lainnya ia dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.
Untuk menghormati jasa para pahlawan tersebut, oleh pemerintah Orde Baru ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional.
Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila.