Biografiku.com | Pada awalnya Harian Kompas didirikan oleh dua orang wartawan bernama Jakob Oetama bersama dengan Petrus Kanisius Ojong atau PK Ojong. Surat kabar harian Kompas merupakan salah satu media cetak dan elektronik yang terkenal di Indonesia. Media ini bernaung dibawah PT Kompas Media Nusantara yang merupakan bagian dari Kompas Gramedia.
Biografi Jakob Oetama
Jakob Oetama lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931. Jakob merupakan anak dari pasangan Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo dan Margaretha Kartonah. Ayahnya diketahui merupakan seorang pensiunan guru di Sleman, Yogyakarta.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMA Seminari di Yogyakarta, Jakob kemudian memilih menjadi guru. Ia kemudian mengajar di SMP Mardiyuwana di daerah Cipanas, Jawa Barat. Ia juga sempat mengajar di SMP Van Lith di wilayah Jakarta. Jakob kemudian melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Sosial Politik UGM Yogyakarta.
Berkarir Sebagai Wartawan
Karir jurnalistik Jakob dimulai ketika Ia ditunjuk menjadi redaktur Majalah Mingguan Penabur tahun 1956. Pada April 1961, PK Ojong salah satu pendiri Kompas kemudian mengajak Jakob membuat majalah baru bernama Intisari, cikal bakar surat kabar Kompas. Majalah ini berisi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia. Majalah bulanan Intisari terbit pertama kali Agustus 1963.
Untuk menjalani hidup sebagai wartawan, Jakob bergaul akrab dengan kalangan wartawan seperti Adinegoro, Parada Harahap, Kamis Pari, Mochtar Lubis, dan Rosihan Anwar. “Dalam soal-soal jurnalistik, Ojong itu guru saya, selain Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar,” katanya.
Di mata Jakob, Ojong merupakan sosok yang kuat di bidang humaniora dan kuat dalam prinsip nilai-nilai kemajuan. Mochtar Lubis sosok yang berani dan memegang teguh prinsip, sedang Rosihan Anwar kuat dalam persoalan humaniora. Majalah Intisari kemudian diperkuat oleh teman-teman Jakob-Ojong dari Yogyakarta seperti Swantoro dan J Adisubrata. Menyusul kemudian Indra Gunawan dan Kurnia Munaba.
Mendirikan Surat Kabar Kompas
Majalah Intisari yang didirikan oleh Ojong dan Jakob Oetama ini berkiblat pada majalah Reader’s Digest yang berasal dari amerika. Selanjutnya kisah sukses majalah intisari dilanjutkan oleh keduanya dengan mendirikan sebuah Koran harian yang di beri nama KOMPAS. Namun pada tahun berdirinya Kompas yakni 1965 merupakan masa dimana Indonesia sedang di sibukan oleh ancaman pemberontakan PKI.
Jakob Oetama dan PK Ojong
Mengenai kedua pendiri Kompas ini, Sejak awal tahun 1960 Ojong dan Jakob sama-sama menjadi pengurus Ikatan Sarjana Katolik Indonesia. Mereka berdua juga pernah sama-sama jadi guru dan punya minat besar pada sejarah.
Dalam perjalanannya mendirikan majalah Intisari, Sama seperti Star Weekly, Intisari melibatkan banyak ahli. Di antaranya ahli ekonomi Prof. Widjojo Nitisastro yang menjadi penulis masalah-masalah ekonomi terkenal.
Kemudian juga ada Drs. Sanjoto Sastromihardjo, atau sejarawan muda Nugroho Notosusanto. Saat itu, pergaulan PK Ojong dikenal sangat luas. Dia berteman baik dengan Goenawan Mohamad, Arief Budiman, Soe Hok Gie, dan Machfudi Mangkudilaga.
Majalah Intisari terbit 17 Agustus 1963. Mengikuti Star Weekly, Majalah ini menjadi hanya hitam putih dan Tanpa Cover. Ukurannya 14 X 17,5 cm, dengan tebal 128 halaman. Logo “Intisari”-nya sama dengan logo rubrik senama yang diasuh Ojong di Star Weekly. Edisi perdana yang dicetak 10.000 eksemplar ternyata laris manis.
Sejarah Surat Kabar Kompas
Jakob Oetama dan PK Ojong saling membantu, berkantor sama, bahkan wartawannya pun merangkap. Setelah beberapa pengurus Yayasan Bentara Rakyat bertemu Bung Karno, beliau mengusulkan nama “Kompas”.
Pengurus yayasan – I.J. Kasimo (Ketua), Frans Seda (Wakil Ketua), F.C. Palaunsuka (Penulis I), Jakob Oetama (Penulis II), dan PK Ojong (bendahara) – setuju. Mereka juga menyepakati sifat harian Kompas yang independen, menggali sumber berita sendiri, serta mengimbangi secara aktif pengaruh komunis, dengan tetap berpegang pada kebenaran, kecermatan sesuai profesi, dan moral pemberitaan.
Berdirinya Kompas Gramedia
Sesuai sifat Ojong yang selalu merencanakan segala sesuatunya dengan cermat, kelahiran Kompas disiapkan sematang mungkin. Dari perkembangan kompas inilah, kemudian berdirilah kelompok usaha KOMPAS GRAMEDIA.
Gramedia adalah nama yang di gunakan untuk member label pada usaha toko buku. hingga kini kelompok kompas gramedia dibawah kendali Jacob Oetama sudah melebarkan sayapnya di berbagai bidang usaha. Termasuk diantaranya mengelola bisnis hotel serta sempat berkiprah didunia jurnalistik pertelevisian seperti Kompas TV.
Dibawah kepemimpinan Jacob Oetama telah terjadi metamorfosis pers dari pers yang sektarian menjadi media massa yang merefleksikan inclusive democracy. Pengalaman kerja Jakob Oetama di bidang jurnalisme dimulai dari editor majalah Penabur, Ketua Editor majalah bulanan Intisari, Ketua Editor harian Kompas, Pemimpin Umum/Redaksi Kompas, dan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia.
Sejumlah karya tulis Jacob Oetama, antara lain, Kedudukan dan Fungsi Pers dalam Sistem Demokrasi Terpimpin, yang merupakan skripsi di Fisipol UGM tahun 1962, Dunia Usaha dan Etika Bisnis (Penerbit Buku Kompas, 2001), serta Berpikir Ulang tentang Keindonesiaan (Penerbit Buku Kompas, 2002).
Jacob juga berkiprah dalam berbagai organisasi dalam maupun luar negeri. Beberapa diantaranya pernah menjadi Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Anggota DPR Utusan Golongan Pers, Pendiri dan Anggota Dewan Kantor Berita Nasional Indonesia, Anggota Dewan Penasihat PWI, Anggota Dewan Federation Internationale Des Editeurs De Journaux (FIEJ), Anggota Asosiasi International Alumni Pusat Timur Barat Honolulu, Hawai.
Penghargaan Jakob Oetama
Jakob Oetama adalah penerima doktor honoris causa ke- 18-yang dianugerahkan UGM setelah sebelumnya gelar yang sama dianugerahkan UGM kepada Kepala Negara Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah.
Promotor Prof Dr Moeljarto Tjokrowinoto dalam penilaiannya menyatakan, jasa dan karya Jakob Oetama dalam bidang jurnalisme pada hakikatnya merefleksikan jasa dan karyanya yang luar biasa dalam bidang kemasyarakatan dan kebudayaan.
Jakob juga telah memberikan pengaruh tertentu kepada kehidupan pers di Indonesia. Dalam pertimbangannya, UGM menilai Jacob Oetama sejak tahun 1965 berhasil mengembangkan wawasan dan karya jurnalisme bernuansa sejuk, yaitu “kultur jurnalisme yang khas”, wawasan jurnalistik yang berlandaskan filsafat politik tertentu. Kultur jurnalisme itu telah menjadi referensi bagi kehidupan jurnalisme di Indonesia.
Jakob Oetama Meninggal Dunia
Pendiri harian Kompas ini meninggal pada tanggal 9 September 2020. Ia wafat di rumah sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta. Jenazah Jakob Oetama kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, pada tanggal 10 September 2020.